About

konspirasi


elfaqar - Konspirasi. Saya tidak akan mengatakan bahwa pandemi yang sedang terjadi adalah konspirasi beberapa elit dunia. 

Namun, mari berpikir terbalik. Bukan sebuah hal yang mustahil jika semua yang terjadi sekarang adalah sebuah konspirasi.

Mari Berimajinasi Bahwa Ini Bukan Soal Konspirasi 


Bagaimana jika seandainya jumlah orang yang mati akibat Covid-19 lebih sedikit dari yang selalu digembor-gemborkan media massa? 

Bagaimana jika seandainya ada yang orang yang mati karena penyakit jantung atau lever? Namun mereka dimasukkan ke dalam golongan orang yang mati karena corona. 

Sekali lagi saya tegaskan, ini hanya pengandaian. 

Bagi pembaca yang kurang suka berandai-andai. Lebih baik lewati tulisan ini, karena akan merusak pemikiran anda yang sudah terbangun dengan baik oleh doktrin dari media massa.

Mungkinkah ini semua hanya permainan dari para elit global untuk menciptakan ketakutan? Mungkin saja.

Tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Jika pandemi ini terus berlangsung dan kita selalu berada di rumah setiap hari. Maka akan terbentuk suatu pola hidup yang baru. Ketergantungan terhadap teknologi akan semakin akut.

Semua ini hanya soal bisnis. Tidak perlu menjadi orang yang terlalu pintar untuk memahami keadaan sekarang, bahwa perusahaan farmasi meraup untung yang berlipat ganda dari keadaan ini. 

Sekali lagi, ini hanya imajinasi.

Kita akan berpikir jauh, terlepas dari pihak dokter, perawat, dan relawan yang meninggal. Saya menganggap mereka hanya korban dari skenario busuk yang diciptakan oleh para elit global.

Data-data mulai ditunggangi? Bukan tidak mungkin ini terjadi untuk menyebar ketakutan. 

Untuk apa? Agar bisa tunduk terhadap mereka dan rencana di balik itu semua yang tidak satu setan pun tahu. 

Apakah berhasil? Ya, berhasil. 

Saat Kita di Rumah Saja


Pada akhirnya kita tunduk pada ketakutan dan hanya melakukan segala sesuatu di rumah saja. Kita mulai agak sulit membedakan antara ketakutan dan keberbahayaan.

Siapa yang diuntungkan? Secara sederhana, tentu diri kita sendiri dan lingkungan sekitar. Namun jika kita tilik dari sisi lainnya. Ada pihak yang benar-benar diuntungkan secara materiil.

Lihatlah keuntungan yang didapat dari beberapa start up dan jasa layanan online. Pasti dan bukan tidak mungkin untung mereka beratus-ratus kali lipat lebih banyak daripada biasanya. 

Kembali lagi ini soal bisnis.

Sekarang di beberapa daerah di Indonesia sedang menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) termasuk kota tempat saya tinggal, Banjarmasin. 

Sekarang saja di kantor hanya ada saya di temani kopi hitam panas, di lantai atas sendirian sedang mengetik tulisan ini. Hanya satu orang satpam berjaga di lantai bawah.

Keheningan menyelimuti ruangan kantor, yang biasanya beberapa orang berceloteh, kini senyap. Seolah-olah kita sendiri yang menciptakan keadaan anti sosial ini. Agak lucu memang.

Introvert dan Anti-Sosial


Saya ingat beberapa waktu yang lalu, ketika sikap anti sosial ini benar-benar dimusuhi. 

Sikap introvert seakan menjadi musuh bersama. Kini, kita introvert berjamaah. Saya mungkin tergolong makhluk introvert yang keseharian hanya di depan komputer. 

Sekarang alam seolah bertindak sesuai keinginan saya. "Welcome to my world," kata saya dalam hati ketika melihat kejadian ini.

Oke, kembali lagi ke pembahasan di awal. Soal virus corona dan sekarang sedang PSBB. 

Ada satu aturan yang membuat saya bingung tentang PSBB ini ialah soal pengaturan jam malam. 

Apakah virus mengenal waktu siang dan malam? Kita seolah-olah berada di dalam penjara. 

Aturan yang lain lagi, soal mengurangi jumlah tamu yang masuk ke dalam rumah. Kenapa jumlah orang yang berkumpul tidak boleh 5 orang atau lebih? Atau mungkin jangan-jangan jika terkumpul 5 orang, mereka akan berubah menjadi "power rangers"? Entahlah.

Coba kita berpikir secara perlahan, jika tujuan aturan ini ialah untuk pencegahan penyakitnya seharusnya tidak boleh ada yang berkumpul sama sekali. 

Menurut saya mau 4, 3, atau 2 orang sekali pun tidak berpengaruh jika di dalamnya ada 1 orang yang terinfeksi maka penularan tetap akan terjadi.

"Dangers and fears tidak lagi bisa dibedakan. Bahaya mungkin terlihat nyata. Tapi ketakutan yang disebarkan oleh media beberapa waktu belakangan ini sangat gila," kata Deddy Corbuzier saat podcast bersama Young Lex.

Setiap orang sekarang seperti berada di dalam penjaranya masing-masing. Entah kapan pandemi ini akan berakhir. 

Saya tidak sedang menyalahkan pemerintah soal aturan PSBB ini, bahkan sekarang mungkin saja pemerintah masih belum tahu apa yang sedang dihadapinya. 

Terlihat jelas dari plin-plannya beberapa keputusan yang diambil terkait virus ini.

Covid-19 di Kalimantan Selatan, Konspirasikah?


Di Kalsel sendiri terlihat jelas kebingungan pemerintah daerah dalam menangani pandemi ini. Di satu sisi gubernurnya mengamini pemerintah pusat untuk menghentikan sementara kegiatan kumpul-kumpul. 

Namun di sisi lain, ia sendiri menyediakan tempat penyemprotan disinfektan yang ditempatkan di gerbang sebuah Masjid. Lucu memang. 

Entah pribadi gubernurnya atau hanya kerjaan tim suksesnya yang nanti pasti dia bakal mencalon lagi. Wallahu'alam.

Masih di sekitaran aturan PSBB. Ketika PSBB berlangsung, banyak yang mengeluhkannya. Terutama mereka yang hanya memiliki penghasilan harian. 

Kita sudah tahu cerita seperti itu, banyak diceritakan dimana-mana. Ada banyak kisah orang miskin yang sebelum virus ini melanda mereka sudah merasakan pesakitan tinggal di negeri sendiri.

Kegiatan ekonomi dihantam, sosial dan budaya terberangus. Pada akhirnya, kita hanya akan terkungkung di pojok kamar dengan tangan memegang ponsel pintar yang baterainya sudah hampir habis. 

Sekali lagi. Saya sedang tidak membiacarakan Konspirasi soal Covid-19.(fix)

Covid-19, Lagi-lagi Soal Konspirasi

konspirasi


elfaqar - Konspirasi. Saya tidak akan mengatakan bahwa pandemi yang sedang terjadi adalah konspirasi beberapa elit dunia. 

Namun, mari berpikir terbalik. Bukan sebuah hal yang mustahil jika semua yang terjadi sekarang adalah sebuah konspirasi.

Mari Berimajinasi Bahwa Ini Bukan Soal Konspirasi 


Bagaimana jika seandainya jumlah orang yang mati akibat Covid-19 lebih sedikit dari yang selalu digembor-gemborkan media massa? 

Bagaimana jika seandainya ada yang orang yang mati karena penyakit jantung atau lever? Namun mereka dimasukkan ke dalam golongan orang yang mati karena corona. 

Sekali lagi saya tegaskan, ini hanya pengandaian. 

Bagi pembaca yang kurang suka berandai-andai. Lebih baik lewati tulisan ini, karena akan merusak pemikiran anda yang sudah terbangun dengan baik oleh doktrin dari media massa.

Mungkinkah ini semua hanya permainan dari para elit global untuk menciptakan ketakutan? Mungkin saja.

Tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini. Jika pandemi ini terus berlangsung dan kita selalu berada di rumah setiap hari. Maka akan terbentuk suatu pola hidup yang baru. Ketergantungan terhadap teknologi akan semakin akut.

Semua ini hanya soal bisnis. Tidak perlu menjadi orang yang terlalu pintar untuk memahami keadaan sekarang, bahwa perusahaan farmasi meraup untung yang berlipat ganda dari keadaan ini. 

Sekali lagi, ini hanya imajinasi.

Kita akan berpikir jauh, terlepas dari pihak dokter, perawat, dan relawan yang meninggal. Saya menganggap mereka hanya korban dari skenario busuk yang diciptakan oleh para elit global.

Data-data mulai ditunggangi? Bukan tidak mungkin ini terjadi untuk menyebar ketakutan. 

Untuk apa? Agar bisa tunduk terhadap mereka dan rencana di balik itu semua yang tidak satu setan pun tahu. 

Apakah berhasil? Ya, berhasil. 

Saat Kita di Rumah Saja


Pada akhirnya kita tunduk pada ketakutan dan hanya melakukan segala sesuatu di rumah saja. Kita mulai agak sulit membedakan antara ketakutan dan keberbahayaan.

Siapa yang diuntungkan? Secara sederhana, tentu diri kita sendiri dan lingkungan sekitar. Namun jika kita tilik dari sisi lainnya. Ada pihak yang benar-benar diuntungkan secara materiil.

Lihatlah keuntungan yang didapat dari beberapa start up dan jasa layanan online. Pasti dan bukan tidak mungkin untung mereka beratus-ratus kali lipat lebih banyak daripada biasanya. 

Kembali lagi ini soal bisnis.

Sekarang di beberapa daerah di Indonesia sedang menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) termasuk kota tempat saya tinggal, Banjarmasin. 

Sekarang saja di kantor hanya ada saya di temani kopi hitam panas, di lantai atas sendirian sedang mengetik tulisan ini. Hanya satu orang satpam berjaga di lantai bawah.

Keheningan menyelimuti ruangan kantor, yang biasanya beberapa orang berceloteh, kini senyap. Seolah-olah kita sendiri yang menciptakan keadaan anti sosial ini. Agak lucu memang.

Introvert dan Anti-Sosial


Saya ingat beberapa waktu yang lalu, ketika sikap anti sosial ini benar-benar dimusuhi. 

Sikap introvert seakan menjadi musuh bersama. Kini, kita introvert berjamaah. Saya mungkin tergolong makhluk introvert yang keseharian hanya di depan komputer. 

Sekarang alam seolah bertindak sesuai keinginan saya. "Welcome to my world," kata saya dalam hati ketika melihat kejadian ini.

Oke, kembali lagi ke pembahasan di awal. Soal virus corona dan sekarang sedang PSBB. 

Ada satu aturan yang membuat saya bingung tentang PSBB ini ialah soal pengaturan jam malam. 

Apakah virus mengenal waktu siang dan malam? Kita seolah-olah berada di dalam penjara. 

Aturan yang lain lagi, soal mengurangi jumlah tamu yang masuk ke dalam rumah. Kenapa jumlah orang yang berkumpul tidak boleh 5 orang atau lebih? Atau mungkin jangan-jangan jika terkumpul 5 orang, mereka akan berubah menjadi "power rangers"? Entahlah.

Coba kita berpikir secara perlahan, jika tujuan aturan ini ialah untuk pencegahan penyakitnya seharusnya tidak boleh ada yang berkumpul sama sekali. 

Menurut saya mau 4, 3, atau 2 orang sekali pun tidak berpengaruh jika di dalamnya ada 1 orang yang terinfeksi maka penularan tetap akan terjadi.

"Dangers and fears tidak lagi bisa dibedakan. Bahaya mungkin terlihat nyata. Tapi ketakutan yang disebarkan oleh media beberapa waktu belakangan ini sangat gila," kata Deddy Corbuzier saat podcast bersama Young Lex.

Setiap orang sekarang seperti berada di dalam penjaranya masing-masing. Entah kapan pandemi ini akan berakhir. 

Saya tidak sedang menyalahkan pemerintah soal aturan PSBB ini, bahkan sekarang mungkin saja pemerintah masih belum tahu apa yang sedang dihadapinya. 

Terlihat jelas dari plin-plannya beberapa keputusan yang diambil terkait virus ini.

Covid-19 di Kalimantan Selatan, Konspirasikah?


Di Kalsel sendiri terlihat jelas kebingungan pemerintah daerah dalam menangani pandemi ini. Di satu sisi gubernurnya mengamini pemerintah pusat untuk menghentikan sementara kegiatan kumpul-kumpul. 

Namun di sisi lain, ia sendiri menyediakan tempat penyemprotan disinfektan yang ditempatkan di gerbang sebuah Masjid. Lucu memang. 

Entah pribadi gubernurnya atau hanya kerjaan tim suksesnya yang nanti pasti dia bakal mencalon lagi. Wallahu'alam.

Masih di sekitaran aturan PSBB. Ketika PSBB berlangsung, banyak yang mengeluhkannya. Terutama mereka yang hanya memiliki penghasilan harian. 

Kita sudah tahu cerita seperti itu, banyak diceritakan dimana-mana. Ada banyak kisah orang miskin yang sebelum virus ini melanda mereka sudah merasakan pesakitan tinggal di negeri sendiri.

Kegiatan ekonomi dihantam, sosial dan budaya terberangus. Pada akhirnya, kita hanya akan terkungkung di pojok kamar dengan tangan memegang ponsel pintar yang baterainya sudah hampir habis. 

Sekali lagi. Saya sedang tidak membiacarakan Konspirasi soal Covid-19.(fix)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar