elfaqar - Halo teman-teman semua, bagaimana kabarnya? Semoga baik-baik saja.
Hari ini aku ingin berbagi sedikit pengalaman soal pekerjaan yang asyik.
Banyak yang bilang kalau kita kerja sesuai passion dan kegemaran, itu asyik dan menyenangkan.
Menurutku itu bohong. Kenapa?
Karena kalau udah masuk ke dunia kerja, otomatis akan ada tuntutan yang muncul,
dari dalam maupun dari luar kerjaan itu.
Jadi, kerjaan yang katanya sesuai passion
itu asyik, udah jadi gak asyik asyik amat.
Dulu, aku pernah termakan oleh mindset yang
seperti itu. Bahwa bekerja sesuai passion itu asyik.
Karena hobi komputer, dan ada pengalaman ngerjain
desain. Aku memutuskan untuk menjadi desainer grafis.
Nah, selama bertahun-tahun sejak 2010 aku
kerja sebagai desainer grafis di beberapa percetakan di Banjarmasin.
Pekerjaan yang awalnya asyik, lama kelamaan
jadi tidak asyik. Desainer grafis selalu ditekan oleh deadline dan pekerjaan
yang menumpuk. Kerjaan banyak, bonus pun gak ada.
Boro-boro bonus, malahan di beberapa
percetakan goblok di Banjarmasin menggratiskan tenaga desainernya untuk diperas
oleh klien dan bosnya sendiri.
Dan sialnya di Banjarmasin masih ada
percetakan yang tidak membayar upah desainer secara layak.
Balik lagi ke pengalaman pribadiku, di
tahun 2012 aku putuskan untuk resign dari bekerja di tempat orang menjadi buka
usaha cetakan sendiri.
Dalam pikiranku saat itu, aku terbebas dari
cengkeraman korporat. Aku bisa melanjutkan pekerjaanku yang asyik ini tanpa
tekanan dari siapapun.
Tekanan emang hilang, tapi tagihan sewa
kios ada terus tiap bulan. Mana order sering sepi. Pasnya ada, malah sering
ngutang.
4 tahun kemudian usahaku gulung tikar.
Aku baru sadar, ternyata tidak ada
pekerjaan yang asyik. Walaupun itu sesuai dengan passion yang kita jalani.
Jadilah aku sekarang, bertahan sebagai
budak korporat. Melaksanakan perintah atasan, sesuai kehendak mereka. Rasanya seperti
ini lebih damai ketimbang bekerja sendiri.
Tidak Ada Pekerjaan yang Asyik
elfaqar - 1 Agustus 2022, kali ini saya ingin bercerita sedikit tentang kegaduhan yang dialami bangsa ini beberapa hari terakhir.
Sejak 30 Agustus lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia (KOMINFO) resmi memblokir beberapa platform, padahal notabene platform tersebut lumayan banyak dipakai oleh orang di Indonesia.
Alasannya, karena mereka tidak mendaftarkan diri sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Walhasil, platform dan situs-situs tersebut diblokir oleh KOMINFO.
Jagat maya sempat gaduh, hampir di semua media sosial mengeluh tentang kebijakan tersebut. Terlebih bagi mereka freelancer, streamer, web/game developer dan gamer.
Ada 2 platform yang menjadi pemicu kegaduhan tersebut, yakni paypal dan steam.
Pasalnya, 2 platform ini memiliki andil besar dalam tumbuh
kembangnya dunia digital dan gaming di Indonesia. Tapi ketika tiba-tiba
diblokir, geramlah warganet.
Sebagai informasi, paypal merupakan platform digital yang
memungkinkan seseorang dapat mengirim uang dari satu tempat ke tempat lain. Sederhananya
seperti bank digital, namun tanpa biaya administrasi tiap bulannya.
Hampir semua situs freelance dimana para pekerja seni
digital ini mencari cuan menggunakan paypal sebagai media pembayarannya. Hal
tersebut karena paypal mudah digunakan dan tidak perlu syarat yang terlalu
merepotkan.
Selain itu, ada steam. Siapa yang tidak kenal platform
gaming yang satu ini. Tidak hanya gamer, namun developer game dari Indonesia
juga banyak memasarkan game nya di sana.
Steam salah satu layanan gaming yang cukup populer di
kalangan para gamer, bahkan platform yang satu ini cukup taat bayar pajar.
Pasalnya, setiap pembelian game di steam selalu disertakan dengan pajak yang
dibayarkan ke kas negara.
Alih-alih mendukung, pemerintah Indonesia justru memblokir
platform game tersebut.
Cacian dan Hujatan Netizen
Ya, sumpah serapah dan cacian dilemparkan oleh mereka yang
kesal terhadap KOMINFO. Tak hanya itu, netizen juga menguliti beberapa petinggi
di kementerian tersebut.
Sebutlah Johnny G Plate, yang sekarang menjabat sebagai Menterinya. Tidak sedikit yang menghujat dan mencemooh. Pasalnya, setelah diselidiki ternyata orang ini tidak memiliki latar belakang apapun terhadap dunia IT.
Alih-alih memiliki pengalaman mengurus dunia informatika,
Johnny justru seorang pebisnis yang memulai karirnya dengan berjualan alat-alat
perkebunan di tahun 80an. Sangat tidak nyamung.
Selain para petinggi, beberapa geek di negeri ini juga ikut
menguliti website yang dibuat oleh kementerian tersebut. Banyak kejanggalan
yang bertolak belakang dengan kebijakan yang mereka buat. Website yang bernilai
ratusan miliar tersebut hanya dibuat menggunakan code template yang mereka
comot di github. Luar biasa.
KOMINFO Blokir Platform Penting, Panen Hujatan dari Netizen
elfaqar - Namanya Amaq Sinta, pria NTB berumur 34 tahun ini kemudian mendadak viral setelah kasusnya menyeruak secara tidak wajar di khalayak ramai.
Pasalnya, polisi menetapkan dirinya sebagai tersangka atas tewasnya
2 orang begal yang berusaha merampas harta bendanya.
Tak pakai lama, netizen Indonesia gercep mengeluarkan
sindiran dan kritikan atas kasus tersebut. Pada akhirnya, Amaq Sinta dibebaskan
dari tuduhan tersebut atas dasar pembelaan diri. Memang begitulah seharusnya.
Ketika itu, pria yang tak pernah mengecap bangku sekolah ini terpaksa meladeni 4 orang begal saat dirinya mengantarkan makanan untuk ibunya.
Selanjutnya, dia melawan para pelaku dengan sebilah pisau kecil yang dibawanya sambil teriak meminta tolong. Namun tidak ada warga yang datang.
Dalam kejadian itu dua pelaku tewas setelah bersimbah darah.
Sedangkan dua pelaku lainnya melarikan diri setelah kawannya tumbang.
Meski sempat terkena sabetan senjata tajam di bagian
belakang, ajaibnya tubuh Amaq Sinta tidak mengalami luka sedikitpun. Ia mengaku
hanya merasa sakit di badan setelah peristiwa tersebut.
Layaknya manusia yang bertuhan, ia menampik bahwa dirinya
memiliki ilmu kebal.
"Saya tidak ada
kepandaian dan tidak memiliki ilmu kebal. Tapi ini memang saya dilindungi
Tuhan," katanya.
Saya hampir bisa membayangkan bagaimana heroiknya
pertarungan 1 vs 4 antara Amaq Sinta dan para begal, mungkin saja seperti
pertarungan Iko Uwais melawan para penjahat di film Merantau.
Pertarungan 1 vs 4 Menang, Amaq Sinta: Saya Tidak Punya Ilmu Kebal
elfaqar - Beberapa waktu yang lalu santer terdengar kabar soal kasus trading binary option. Ada Binomo, Quotex, Olymptrade, dan lain-lain. Kita semua tentu sudah tahu, bahwa aplikasi yang mengatasnamakan dirinya sebagai “aplikasi trading” itu ialah separuh berjudi.
Kata master Gema, “seperti jualan narkoba di apotek”
Namun, yang menyita perhatian ialah ditangkapnya para
afiliator aplikasi binary option tersebut. Mereka digolongkan sebagai penipu
investasi bodong. Entah dari mana kesimpulan tersebut. Sepertinya Bareskrim
Polri perlu seorang ahli untuk menuntaskan kasus ini.
Saya tidak memposisikan diri sebagai yang membela para
afiliator tersebut. Yang saya sayangkan, kurangnya edukasi soal investasi, dan
keinginan untuk cepat kaya sehingga membuat orang-orang kalap dan menghabiskan
uangnya untuk berjudi di sana. Tentu saja dengan dalih “trading”.
Saya berani mengatakan bahwa yang mereka (para pelapor) lakukan
di aplikasi itu ialah berjudi. Karena saya pernah menjalaninya. Tidak banyak,
hanya 100ribu. Ketika saya lihat ada yang janggal langsung saya tinggalkan.
Tidak mungkin saya akan kalap dengan menghabiskan uang
puluhan juta dengan berjudi (hanya orang goblok yang melakukannya).
Saya lebih memilih membeli koin dan token micin, membeli
saham, atau berinvestasi di kripto ketimbang memainkan binary option.
Paling banter saya akan main futures jika ada duit berlebih,
kenapa? Karena jelas dan cukup menguntungkan. Tidak percaya? Silahkan cari
sendiri pengertiannya di mbah google “trading futures”.
Balik lagi ke kasusnya para afiliator binary option.
Pada akhirnya, negara menerima laporan dan memprosesnya. Negara
membela para penjudi itu. Ini hanya konflik antara penjudi yang kalah dan yang
menang, tidak lebih. Saya rasa begitu.
Para afiliator seperti Indra Kenz, Dony Salmanan, dan beberapa lainnya kini harus menanggung pesakitan yang dituduhkan kepada mereka oleh para penjudi yang kalah.
Konflik Para Penjudi yang Mengaku Trader
elfaqar - Beberapa waktu yang lalu, bertepatan datangnya Jokowi ke Banjarmasin, ada demo yang dilakukan oleh kawan-kawan mahasiswa di depan kantor DPRD Kalsel. Mereka ingin bertemu dengan Ketua DPRD Kalsel untuk menyampaikan aspirasinya. Sayangnya niat mereka kandas, karena saat itu kantor DPRD sedang sepi.
Kelompok demonstrasi yang mengaku perwakilan BEM se-Kalsel
(padahal dominasi perguruan tinggi dari Banjarmasin) ini pun akhirnya hanya
melakukan orasi dan aksi di tengah trotar jalan.
Tak hanya di Banjarmasin, hari itu di beberapa kota lainnya,
mahasiswa serentak melakukan demonstrasi demi memperingati 7 tahun rezim
Jokowi. Aksi terbesar di Jakarta Pusat.
Kembali ke Banjarmasin. Beberapa bulan terakhir, seringkali
terjadi demo mahasiswa di Banjarmasin.
Saya senang dengan beberapa aksi mahasiswa, ini menunjukkan
kepedulian para intelejensia terhadap isu-isu yang tengah berkembang di masa
sekarang. Namun ada yang mengganjal. Apakah ini murni soal memperjuangkan
kepentingan rakyat? Atau ada hal politis di baliknya? Hanya Tuhan dan korlap demonstrasi
yang tahu soal itu.
Ramai sekali isu nasional dibawa ke daerah yang kemudian
mengakibatkan gelombang demonstrasi cukup besar.
Sebagai calon penerus generasi, tidak ada salahnya untuk
peduli terhadap beberapa isu nasional. Namun, alangkah baiknya jika aksi
tersebut benar-benar murni dari hati nurani mereka sendiri, tanpa ada dompleng
dari pihak manapun. Terlebih dari partai politik, yang kerap kali menyisipkan
beberapa agenda mereka melalui organisasi ekstra kampus.
“Gajah di pelupuk mata
tak tampak, semut di seberang lautan kelihatan”
Peribahasa di atas cukuplah untuk menggambarkan apa yang
sedang terjadi hari-hari belakangan ini.
Ketika para intelejensia turun ke jalan menanggapi soal
bobroknya pemerintahan Jokowi, mereka lupa bahwa kota tempat mereka tinggal
juga memiliki pemimpin.
Semua kebijakan dan eksekusinya pada akhirnya bermuara
kepada orang-orang yang berkuasa di lini bagian bawah. Mulai dari Ketua RT/RW,
Lurah, Camat, Bupati/Walikota, hingga Gubernur.
Mahasiswa, sebagai kontrol sosial sebaiknya lebih peka
terhadap beberapa permasalahan yang sedang terjadi di dekatnya.
Jika mahasiswa UI melakukan demo di depan istana
kepresidenan, hal ini terlihat wajar. Kenapa? Ini terkait soal tempat. Namun,
akan terlihat konyol ketika mahasiswa dari kampus yang ada di kota lain
tiba-tiba ikutan demo di depan istana. Sedangkan, agenda demonstrasi saat itu
hanya sekadar untuk memperingati lamanya rezim berkuasa.
Berbeda halnya saat demo tahun 1998, ketika itu suasana di
berbagai daerah di Indonesia sudah tidak lagi kondusif. Oleh karenanya,
mahasiswa dari berbagai kota pun berbondong-bondong pergi ke pusat Ibukota.
Sebab, di situlah letak permasalahan utamanya (Soeharto berkuasa terlalu lama),
di situlah kanker kekuasaan itu bercokol. Serta harus dicabut hingga ke
akarnya. Sayangnya, hanya batangnya saja yang mampu ditebang.
Kini, zaman telah berubah. Saya rasa demonstrasi tak akan
mampu lagi menggoyahkan kekuasaan. Tidakkah beberapa mahasiswa itu berpikir
seperti ini?
Jika pun ingin melakukan demonstrasi, lebih baik untuk bisa
mengangkat hal-hal yang konkret. Khususnya di daerah.
Tidakkah para intelejensia itu sadar bahwa ada yang tidak
beres dengan kota ini (Banjarmasin)?
Banjarmasin, Kota Seribu Sungai
Tidak perlu muluk-muluk tentang permasalahan di Kalsel pada
umumnya. Lihatlah Banjarmasin, kota yang dulu berjuluk “Seribu Sungai”, kata
itu mulai terkikis substansinya. Mungkin di masa depan hanya akan menjadi kata
legenda untuk anak cucu kita kelak, dan mereka akan bertanya kepada ayahnya, “mana sungainya?”
Fungsi sungai di Banjarmasin tidak sepenuhnya berjalan.
Pembangunan yang terfokus kepada infrastruktur di darat, kini mengabaikan
sungai. Kenyataannya, sungai di Banjarmasin oleh pemerintah kotanya hanya
diperlakukan sebagai objek wisata belaka.
10 tahun yang lalu, saya mendambakan sungai di Banjarmasin
bisa seperti sungai di Venezuela. Terjaga, asri, dan berfungsi. Ternyata itu
cuma mimpi. Saya sadar para pejabat kota lebih sibuk membangun di darat
ketimbang di sungai. Dinas terkait sepertinya hanya sibuk mengurusi yang ada di
darat saja.
Tidak percaya? Lihatlah betapa butek dan kotornya sungai di
Banjarmasin. Di sungai Banjarmasin kita akan dengan mudah mendapatkan sampah,
ketimbang ikan untuk dipancing.
Ketika sungai sudah tidak terjaga, maka ekosistem di
dalamnya pun perlahan akan mulai punah. Lihatlah apa yang terjadi pada hutan di
Kalimantan, khususnya Kalsel. Penebangan hutan (legal dan ilegal) sebagai
tempat industri, pemukiman, dan penambangan membuat Bekantan kehilangan
habitatnya. Sungai juga begitu.
Bukan tidak mungkin beberapa puluh tahun ke depan (jika
tidak ada gebrakan dari penguasa di daerah) beberapa hewan di air akan
mengalami kepunahan.
Jika ada yang mengatakan bahwa transportasi sungai sudah ketinggalan zaman. Ini hanya alasan mereka yang malas berpikir untuk menjalankan fungsi jabatannya.
Demonstrasi, Banjarmasin, dan Para Intelejensia
elfaqar - Senin, 25 Oktober 2021. Saya agak gusar belakangan ini, melihat beberapa postingan di dunia maya yang semakin brutal. Pamer harta benda, kemudian memberikannya kepada orang-orang miskin.
Sebagian dari kalian mungkin berpikir bahwa saya hanya iri
saja, karena tidak mampu melakukan hal serupa. Seperti itu mungkin ada di dalam
lubuk pikiran terdalam, walau hanya sepersekian persen.
Entah siapa yang memulainya dan kapan ini bermula, orang-orang
kaya mulai berderma dan merekam hal tersebut di gadget mereka kemudian
menyebarkannya di media sosial.
Awalnya saya senang melihat perilaku seperti itu, namun lama
kelamaan saya mulai heran. Kemudian muncul beragam pertanyaan di otak kecil
ini.
Haruskah memerkan diri saat berderma, bersedakah, dan
membantu orang-orang miskin?
Jika cerita Zorro dan Robin Hood itu nyata, apakah mereka
akan bersikap sama seperti itu?
Jika dunia modern dan gadget canggih sudah ada di masa
sahabat Nabi, apa mungkin Umar bin Khattab akan melakukan hal yang sama?
Kurangkah Raqib sebagai pencatat amal kebajikan dan Tuhan
sebagai saksinya?
Fenomena ini masih berlangsung hingga sekarang, merambah ke
dunia artis dan influencer khususnya di Ibukota. Sebut saja Baim Wong, Atta
Halilintar dan sederet nama lainnya yang saya lupa namanya.
Tidak ada yang salah dari perbuatan baik mereka kepada orang
yang kurang mampu, namun lama kelamaan fenomena pamer sedekah ini membuat saya
muak.
Begitu sangat inginkah mereka memiliki penonton yang banyak
di channel youtube nya? Sampai-sampai harus memamerkan segalanya di khalayak
ramai.
Begitu sulitkah menyembunyikan perbuatan baik dari tangan
kiri?
Entahlah saya tidak begitu mengerti pikiran orang-orang kaya.
Fenomena Itu Bernama Pamer Sedekah
elfaqar - Beberapa hari yang lalu di kantor tempat saya bekerja, dimulai pendataan bagi mereka yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Katanya sih wajib.
Mau tidak mau saya dan keluarga pun ikut, karena tidak ingin
bermasalah terkait administrasi di kemudian hari. Menurut kabar yang beredar,
bahwa bukti vaksin ini nantinya akan dimasukkan ke dalam sistem administrasi.
Namun, saya agak merinding ketika membaca beberapa berita
soal orang-orang yang mati setelah mendapatkan vaksin. Saya pun bertanya,
terkait jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi setelah vaksin.
S: Saya
P: Pendata
-------------------------------------------------------
S: Vaksin ini wajib bu?
P: Iya, istrimu sudah vaksin?
S: Belum
P: Kalau gitu ikutkan saja di sini
S: Iya (walaupun dengan agak berat hati), kalau misalkan
terjadi sesuatu setelah vaksin siapa yang akan tanggung jawab bu?
P: Kamu punya penyakit bawaan?
S: Tidak tahu
P: Coba periksa
S: (dalam hati berfikir) boro2 periksa penyakit, biasanya
kalau sakit Cuma kerokan atau minum obat di warung.
Jika pun nanti kita mati setelah vaksin, dan orang yang
divaksi disalahkan, ingatlah hal ini.
Tidak semua orang taraf hidupnya sama, tidak semua orang
pergi ke dokter jika sakit. Kami golongan menengah ke bawah terbiasa dengan
pengobatan tradisional dan beli obat di warung.
Terkadang apapun penyakitnya, obatnya tetap itu-itu saja.
Berbeda dengan mereka kalangan atas, yang jika bersin dan
menggigil sedikit saja langsung pergi periksa ke dokter.
Kan sekarang sudah ada BPJS Kesehatan? Jadi bisa gratis.
Saya katakan, bahwa realita tidak seindah ekspektasi.
Jadi, jika kita mati setelah vaksin siapa yang nanggung? Saya
kira, kita akan tanggung sendiri kematian itu.
Vaksin Itu Wajib, Tapi Mati Tanggung Sendiri
elfaqar - Sebelum ingatan saya hilang tentang ini, saya ingin bercerita di sini jika suatu saat saya lupa tentang semua.
Kejadian ini bermula ketika saya masih kelas 2 atau 3 SD
(agak lupa).
Hari Sabtu, sekolah pulang lebih awal. Seperti biasa, hari ini
mengenakan seragam pramuka. Jam menunjukkan sekitar pukul 11 WIB, saatnya
pulang.
Saya pun keluar gang dan menunggu jemputan ayah, karena
kebetulan ayah pulang kerja lebih awal hari Sabtu ini.
Saya duduk bersandar di sebuah dipan. Berada tepat di samping
pohon jambu biji. Tapi di bawahnya ada sungai, namun saat itu air sungai sedang
surut, jadi terlihat seperti becek-becek hitam saja.
Saat sedang asyik duduk menunggu ayah, saya lihat ada sebuah
ranting yang bentuknya mirip ketapel. Pikir saya saat itu, lumayan buat main di
rumah.
Saya putuskan untuk menjangkau ranting tersebut.
Saat itu posisi saya sedang berpegangan di sandaran dipan. Entah
nahas atau apa, tiba-tiba ada bunyi ‘krek’ dari bawah dan seketika penyangga
dipan yang di bawah itu pun patah.
Saya tercebur ke dalam air hitam becek. Kaki saya terbenam
di dalamnya, secara reflek saya berteriak, “tolonggg”
Untunglah di sekitar situ ada ojek sedang mangkal, saya pun
di tarik ke atas. Cepat-cepat saya bersihkan diri, celana pendek dan sepatu
saya hitam karena lumpur.
Sekitar 15 menit kemudian ayah datang, tanpa banyak omong
saya langsung naik ke motornya.
Sepanjang perjalanan ayah tidak tahu, bahwa saya habis
kecebur lumpur.
Tapi sesampainya di rumah, ia curiga dengan bau comberan. Terlebih
di bagian sepatu masih terlihat hitam akibat lumpur. Saat itu juga saya kena
pukul.
“pantas saja sepanjang jalan ada bau tai,” ucapnya.