elfaqar.blogspot.com - Tahun ini di
negeri ini, Indonesia. Sedang ramai pemilu legislatif dan
eksekutif. Dengan kata lain, pesta rakyat 5 tahun sekali yaitu pemilihan
Presiden RI akan segera dimulai. Siapakah yang pantas dan layak memegang
jabatan penting sebagai orang nomor 1 di negeri ini? Publik terus bertanya-tanya tentang hal tersebut, pilihan semakin membingungkan. Itulah politik.
Kita akan
mengenang sedikit tentang pergulatan politik di negeri ini.
Pada tahun 1945, seorang anak guru dengan beberapa keberuntungan
berhasil menduduki tampuk pemerintahan negeri ini, sebagai Presiden pertama Republik Indonesia (RI).
Jika ada dari kita pada
tahun 1990an yang sempat mengenyam bangku SD dan SMP. Tentu tidak pernah lupa
dengan pelajaran sejarah yang berisi tentang gerakan pemberontakan 30 September
Partai Komunis Indonesia.
Saya ketika
mempelajari sejarah dari buku yang dikeluarkan pemerintah seakan terenyuh membaca
kisah 6 jenderal dan 1 perwira yang dibunuh oleh kelompok PKI.
Versi Lain Dari G-30S/PKI?
Berdasarkan berbagai sumber yang saya baca, bahwa G-30 S PKI itu sebenarnya
bertujuan untuk mempertahankan kesatuan NKRI yang mulai ditumbangkan dari dalam.
Menurut
sumber yang ada, untuk menggagalkan rencana pemberontakan dari dalam ini 6 orang
jenderal dan 1 perwira diculik dan dibunuh di lubang buaya.
Ketika itu Soeharto hanyalah seorang Pangkostrad, sehingga
luput dari peristiwa penculikan tersebut. Seusai peristiwa nahas tersebut,
tiba-tiba Soeharto mengambil alih tampuk pemerintahan dan terus berlanjut hingga 32
tahun lamanya (dikenal sebagai orde baru).
Kancah Politik Indonesia
Pada tahun 1960an, militer
mulai mengendalikan politik.
Sekarang beberapa pemimpin media pun mulai ikut-ikutan
ingin mengendalikan politik di negeri ini. Ketika hal ini terjadi publik merasa seperti dibodohi dan
menjadi boneka.
Politik itu ibarat lumpur yang pekat, tidak ada yang bisa
mengetahui isinya kecuali apa yang dikeluarkannya.
Ketika media
massa ikut-ikutan bermain politik, permainan politik yang tidak sehat pun dimulai.
Contohnya, saling menjatuhkan lawan politiknya melalui pemberitaan. Kemudian iklan-iklan di televisi akan lebih
sering mengangkat ketokohan si empunya media tersebut.
Satu hal yang saya khawatirkan, ketika media sudah benar-benar terjun ke dalam dunia politik. Tingkat
kepercayaan publik kepada media akan semakin merosot. Bagaimana tidak, media yang
seharusnya menjadi kontrol sosial bagi masyarakat. Kini ikut-ikutan membodohi
masyarakat.
Jika ada yang bilang fungsi kontrol sosial juga dipegang oleh
mahasiswa. Orang-orang awam mungkin akan membenarkan hal itu. Akan tetapi, menurut saya mahasiswa di jaman sekarang tidak lagi ikut memikirkan soal fungsi kontrol sosialnya.
Para
intelejensia kini lebih sibuk memikirkan bagaimana agar cepat lulus dengan nilai
tinggi dan dapat jatah kerja di pemerintahan. Sekalipun ada mereka yang benar-benar aktif sebagai kontrol sosial, pada akhirnya memegang bendera partainya
sendiri.
Maka jika ada yang mengatakan
mahasiswa sebagai kontrol sosial, itu hanya bisa menjadi anggapan yang akan menjadi angin lalu. Terbukti dari beberapa mahasiswa sekarang yang sudah ikut-ikutan ke dalam partai politik.
Namun, di tengah keapatisan
saya tentang orang-orang di bidang politik. Muncul beberapa tokoh yang mungkin saja
bisa menjadi masa depan Indonesia.
Popularitasnya tidak diragukan
lagi, rekam jejak sebagai pemimpin pun dapat diacungi jempol.
Beberapa
tokoh inilah yang kemungkinan akan memberikan dampak baru di dunia politik di
Indonesia. Siapakah mereka? Mungkin saya tidak akan membeberkan siapa
mereka. Tulisan ini sesungguhnya tidak diperuntukkan kepada sesuatu yang
berbau busuk. Apa itu yang berbau busuk? Itulah politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar