About

Berpura-pura menjadi satu

Semakin larut aku di dalam gelap dan sejuknya malam ini. Diiringi bunyi kipas angin yg penuh debu di sebelahku. Semakin berfikir rasanya semakin buntu. Besok adalah hari terakhir bagi umat muslim yg beriman untuk bisa makan dan minum serta mengeluarkan amarahnya di saat siang hari, karena besoknya lagi semua nafsu, emosi, dan amarah harus mampu ditahan selama sebulan penuh. Ya.. Ramadhan tiba di saat itu, semua menyambut dengan riang dan gembira. Menurut kitab suci bahwa segala amalan di bulan itu semua akan dilipat gandakan. Sungguh2 bekal akhirat yg menggiurkan. Ladang amal itu telah disediakan dan kita hanya perlu menyiapkan bibit unggul agar mampu bertahan hingga peradilan tiba. Tak banyak yg aku tahu tentang amalan2 itu, yg aku tahu kita haruslah selalu berbuat baik kepada sesama. Itu saja.
By the way, selama bulan puasa ini katanya kuliah masih dalam masa liburan. Wow... lama sekali sepertinya liburan semester ini. Aku jadi berfikir untuk pulang kampung, tapi di sisi lain aku bingung karena tak ada rasa rindu sedikitpun kepada kampung. Mungkin saja aku sudah terikut arus keindahan kota atau mungkin sebaliknya. Aku masih ingin berusaha mencari pekerjaan di kota ini buat biaya tambahan kuliahku.
Sementara itu angin di sampingku cukup kencang berputar seperti otakku yg berputar2 entah kemana. Tengah malam begini aku masih belum bisa tidur, insomnia tak henti2nya menyerangku. Suara bayi kucing pun terdengar jelas di samping telingaku. Sedangkan si belakang sekretariat terdengar para pemuda dan pemudi yg sedang asik bernyanyi-nyanyi tak karuan. Apakah mereka tak kenal lelah, bersenang2 setiap hari dan setiap malam.
Akhir2 ini aku sering nonton film action, khususnya cina. Aku kagum terhadap sejarah mereka. Sejarah yg mereka tuangkan ke dalam media audio visual. Tradisi kung fu yg tak lekang walau dihantam arus waktu yg deras. Sedangkan di tanah airku, seperti bangsa yg tak punya kepribadian. Para pemudanya asik dan dengan bangga berlomba2 menjadi yg terdepan dalam membudayakan budaya dan tradisi asing. Ngomong2 soal budaya, para pemimpin nusantara ini terlalu sibuk mengurusi permasalahan2 politik sehingga lupa bahwa kekayaan natural yg mereka miliki mulai terkikis oleh keangkuhan mereka sendiri. Bukannya ingin menghakimi akan tetapi itulah kenyataan yg sekarang sedang terjadi. Bangsa ini hanya bangga dengan sejarah yg telah mereka ukir, tanpa mengingat kebudayaan yg telah ditanam sejak dahulu kala. Mungkin perlahan2 jati diri negeri ini akan lenyap dan hilang, berganti era modern yg serba konsumtif. Aku jadi teringat perkataan seorang sahabatku yg mengatakan bahwa masyarakat indonesia adalah bangsa yg konsumtif, pemalas dan tidak bisa menghargai waktu. Mungkin itu pula yg sekarang sedang terjadi pada diriku, kamu, kita dan bangsa ini.
Aku teringat pada film baru2 ini aku tonton, judulnya pasukan berani mati, film ini diproduksi sekitar tahun 80an. Kualitas gambarnya memang sedikit jadul, tapi esensi dan nilai yg terkandung dengan jelas kutangkap. Namun pada saat film ini berlangsung entah kenapa aku teringat kepada pernyataan seorang pengkhianat republik bahwa Indonesia ini tidak ada. Secara logika, hal itu benar, menurutku. Kenapa? Karena nusantara ini dahulunya bukanlah suatu kesatuan yg kokoh. Masing2 kerajaan di masing2 daerah berlomba2 untuk meruntuhkan kerajaan satu dengan yg lainnya. Tak perlu jauh2, contohnya saja di dalam Kalimantan Selatan. Kerajaan Daha (Kandangan) berperang melawan kerajaan Banjar (tepatnya di sungai Kuin). Itu membuktikan bahwa nusantara ini bukanlah suatu yg satu. Melainkan terpecah2. tak bedanya hal tersebut dengan keadaan sekarang. Lihatlah bahwa banyak sekali berdiri partai2 politik, ormas2, dan ikatan2 mahasiswa daerah. Bukankah itu sebagai representatif bahwa bangsa ini memang ingin hancur pada naluriah manajerisasinya. Kita tak perlu menyangkal kenyataan tersebut. Tapi ya sudahlah, mungkin semua hanya berpura2 tidak tahu, berpura2 bahwa bangsa ini di ambang kehancuran, dan berpura2 menjadi satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar