Foto kenang-kenangan di hari terakhir bekerja di apahabar.com |
elfaqar - Beberapa minggu yang
lalu, saya bermimpi buruk. Saya benar-benar takut mimpi itu jadi kenyataan. Sekilas
ingatan saya di dalam mimpi tersebut, berlatar pintu depan kantor tempat saya
bekerja. Saat itu jam makan siang, seperti biasa saya duduk di depan. Tiba-tiba,
bos mengatakan, “zul, ini uang pesangon
kamu”, sambil menyodorkan uang selembar 100ribu.
Sontak, saya bangun dari tidur dan langsung menyadari bahwa
itu hanya mimpi. Namun reflek, saya langsung berkata kepada istri saya yang
saat itu tidur di sebelah saya, “saya
mimpi buruk”.
Hari-hari dilewati seperti biasa. Saya sudah hampir
melupakan mimpi itu.
Namun tak lama, berhembus kabar buruk. Bahwa kantor kami
yang ada di Jakarta tutup total, dan semua karyawannya diberhentikan secara
tiba-tiba.
Saya akan bercerita dari belakang tentang kejadian itu.
Akhir Januari 2024 di minggu ke empat, saya diberi instruksi
menghapus sebuah berita yang diterbitkan oleh Jakarta. Malam itu langsung saya
kerjakan, tanpa tahu kenapa.
Paginya, bos datang ke kantor dengan mood yang buruk. Beliau
ngamuk dan marah-marah soal berita tersebut.
Esok harinya, beliau langsung terbang ke Jakarta, saya pikir apakah sebegitu urgent-nya kah hal tersebut. Beberapa hari kemudian, terdengar kabar bahwa kantor kami yang ada di Jakarta tutup total, dan terjadi PHK massal.
Kabar tersebut berhembus dengan cepat, seperti peluru yang
menghujam dada. Semua was was. Namun ada juga yang masih terlihat santai,
seolah hal itu bukan apa-apa.
Di awal Februari 2024, bos tiba-tiba mengadakan rapat
penting bersama beberapa orang petinggi di kantor. Salah satu IT kami pun ikut
dibawa rapat.
Alhasil, menurut info yang tersebar di lingkungan kantor, kami
akan berganti nama website. Saya pikir saat itu, apakah sebegitu parahnya kasus
tersebut sehingga kita harus ganti nama?
Namun beberapa karyawan ada yang mulai was was dengan hal
tersebut. Saat itu saya masih berpikir positif.
Senin, 5 Februari 2024. Bos mengumpulkan kami semua, dan
menyatakan bahwa kantor harus tutup lalu semua karyawan diberhentikan. Dikarenakan
investor tak ingin lagi berhubungan dengan media yang kami jalankan.
Seperti geledek di siang hari, saat itu saya hanya terdiam. Langsung
terbayang di pikiran saya tentang cicilan rumah yang baru jalan setahun lebih,
dan anak yang sebentar lagi mau masuk SMP.
Di saat rapat itu, saya hanya menggut-manggut kecil. Tak berani
bersuara, saya takut air mata ini menetes.
Selesai rapat, siangnya kami makan-makan bersama. Tertawa bersama, keceriaan muncul, seolah tak terjadi sesuatu yang buruk. Namun saya tau, itu hanya tawa palsu. Saya tidak bisa ikut tersenyum. Karena saya bukan manusia palsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar