About

DPR, Demonstrasi, dan Matinya Empati

Senin 1 September 2025, jam menunjukkan pukul 00.40 WITA. Indonesia sedang tidak baik-baik saja, saya rasa itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kegaduhan yang sedang terjadi di negeri ini.


Banyak hal telah terjadi di masa kepemimpinan presiden Prabowo, mulai dari kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat hingga kelakukan para pembantu presiden yang sepertinya tidak sejalan dengan visi presiden itu sendiri.


Saya katakan demikian, karena jelas terlihat. Setiap menterinya mengeluarkan kebijakan dan kemudian diprotes lalu viral. Presiden menjadi orang yang membersihkan kekacauan tersebut. Seperti tidak ada sinergi antara presiden dan para pembantunya.


Semua tentu masih ingat tentang kebijakan gas elpiji yang hanya diperbolehkan dijual oleh agen, sedangkan warung-warung dilarang menjualnya. Akibatnya membuat barang tersebut menjadi langka.


Tak hanya sampai di situ, kebijakan itu juga menelan korban jiwa. Seorang nenek berusia 62 tahun meninggal akibat antre gas elpiji. Beliau diduga kelelahan akibat usai berburu elpiji 3 kilogram yang saat itu langka di berbagai wilayah.


Kebijakan lain yang cukup mencekik masyarakat ialah kenaikan pajak yang dinilai semena-mena dan tidak disesuaikan dengan peghasilan masyarakat yang tidak bertambah.


Segala peristiwa terakumulasi, hingga puncaknya pada saat DPR mengumumkan gaji dan tunjangan untuk para anggotanya. Nilainya sangat fantastis, dan hampir di luar akal manusia. Diperkirakan anggota DPR bisa meraup gaji Rp 3 juta per hari.



Melihat kenyataan yang ada, masyarakat seolah tertampar dan menjadi marah, terutama mereka yang berada di kalangan bawah. Mereka yang berusaha memiliki penghidupan dan mencari uang untuk hidup dari hari ke hari.


Tak sedikit pula dari komentar netizen yang merasa menyesal berada di negeri ini, hidup dan tinggal di sini. Melihat para pemimpin dan wakil mereka seolah tidak memiliki empati.


Berita soal gaji dan tunjangan anggota DPR cepat meluas bahkan menjadi perbincangan dimana-mana. Keadaan semakin diperkeruh dengan menyebarnya video mereka terlihat sedang joget-joget saat pengumuman itu berlangsung. Meskipun telah dikonfirmasi bahwa joget-joget tersebut bukanlah rasa senang karena gaji dan tunjangan itu. 


Namun masyarakat kadung marah dan kesal. Apalagi ketika ada media yang bertanya soal gaji dan tunjangan tersebut. Mereka, para anggota DPR bukannya menanggapi dengan serius malah menjawab dengan congkak.


"DPR tidak bisa disamakan dengan rakyat jelata," begitu kata salah seorang dari mereka.


Di lain sisi muncul protes dan penolakan terhadap gaji dan tunjangan DPR, sehingga muncul pernyataan "BUBARKAN DPR".


Salah seorang anggota DPR, Ahmad Sahroni menanggapi pernyataan itu dengan nada menantang dan ketus, bahkan mengatai mereka yang ingin DPR bubar adalah "ORANG TOLOL".


Otomatis, bak bensin yang tersulut api. Amarah masyarakat yang awalnya hanya dilampiaskan pada timeline di media sosial berubah menjadi murka dan demonstrasi di depan gedung DPR.


Tak hanya mahasiswa, hampir seluruh elemen masyarakat ikut menyuarakan aspirasinya. Meskipun diawali dengan aksi damai. Namun sebuah demonstrasi selalu berujung ricuh jika para wakil mereka yang duduk di senayan tidak bisa menghadirkan diri.


Di beberapa siaran media, ketimbang mahasiswa dengan almamaternya, saya lebih banyak melihat para pengemudi ojek online yang ikut berdemonstrasi.


Bentrok kemudian terjadi antara polisi dan para pendemo.


Jumat 29 Agustus 2025, menjadi akhir tragis bagi seorang pemuda berusia 21 tahun. Namanya Affan Kurniawan, dia tidak ikut berdemo. 


Saat itu ia sedang mengantarkan pesanan untuk pelanggannya, di antara kerumunan para pendemo ia kemudian menyeberang jalan. 


Untung tak dapat diraih, sial tak dapat dihindari. Ia terpeleset dan tertabrak oleh mobil rantis brimob, yang sangat disesalkan bukannya berhenti, mobil seberat 12 ton itu justru melindas tubuh kurus Affan. Hingga akhirnya meninggal di tempat.


Massa yang awalnya ingin membubarkan diri, kemudian balik mengejar mobil itu hingga ke markas brimob untuk meminta pertanggungjawaban dan keadilan. Saat ini sudah ditetapkan 7 orang tersangka dalam insiden tragis yang merenggut satu nyawa tak bersalah.


DPR yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan dari rakyat dan hidup dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat seolah mati empatinya. Ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi reformasi jilid dua jika presiden dan para penguasa tidak segera bertindak. 


DPR, Demonstrasi, dan Matinya Empati

DPR, Demonstrasi, dan Matinya Empati

Senin 1 September 2025, jam menunjukkan pukul 00.40 WITA. Indonesia sedang tidak baik-baik saja, saya rasa itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan kegaduhan yang sedang terjadi di negeri ini.


Banyak hal telah terjadi di masa kepemimpinan presiden Prabowo, mulai dari kebijakan-kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat hingga kelakukan para pembantu presiden yang sepertinya tidak sejalan dengan visi presiden itu sendiri.


Saya katakan demikian, karena jelas terlihat. Setiap menterinya mengeluarkan kebijakan dan kemudian diprotes lalu viral. Presiden menjadi orang yang membersihkan kekacauan tersebut. Seperti tidak ada sinergi antara presiden dan para pembantunya.


Semua tentu masih ingat tentang kebijakan gas elpiji yang hanya diperbolehkan dijual oleh agen, sedangkan warung-warung dilarang menjualnya. Akibatnya membuat barang tersebut menjadi langka.


Tak hanya sampai di situ, kebijakan itu juga menelan korban jiwa. Seorang nenek berusia 62 tahun meninggal akibat antre gas elpiji. Beliau diduga kelelahan akibat usai berburu elpiji 3 kilogram yang saat itu langka di berbagai wilayah.


Kebijakan lain yang cukup mencekik masyarakat ialah kenaikan pajak yang dinilai semena-mena dan tidak disesuaikan dengan peghasilan masyarakat yang tidak bertambah.


Segala peristiwa terakumulasi, hingga puncaknya pada saat DPR mengumumkan gaji dan tunjangan untuk para anggotanya. Nilainya sangat fantastis, dan hampir di luar akal manusia. Diperkirakan anggota DPR bisa meraup gaji Rp 3 juta per hari.



Melihat kenyataan yang ada, masyarakat seolah tertampar dan menjadi marah, terutama mereka yang berada di kalangan bawah. Mereka yang berusaha memiliki penghidupan dan mencari uang untuk hidup dari hari ke hari.


Tak sedikit pula dari komentar netizen yang merasa menyesal berada di negeri ini, hidup dan tinggal di sini. Melihat para pemimpin dan wakil mereka seolah tidak memiliki empati.


Berita soal gaji dan tunjangan anggota DPR cepat meluas bahkan menjadi perbincangan dimana-mana. Keadaan semakin diperkeruh dengan menyebarnya video mereka terlihat sedang joget-joget saat pengumuman itu berlangsung. Meskipun telah dikonfirmasi bahwa joget-joget tersebut bukanlah rasa senang karena gaji dan tunjangan itu. 


Namun masyarakat kadung marah dan kesal. Apalagi ketika ada media yang bertanya soal gaji dan tunjangan tersebut. Mereka, para anggota DPR bukannya menanggapi dengan serius malah menjawab dengan congkak.


"DPR tidak bisa disamakan dengan rakyat jelata," begitu kata salah seorang dari mereka.


Di lain sisi muncul protes dan penolakan terhadap gaji dan tunjangan DPR, sehingga muncul pernyataan "BUBARKAN DPR".


Salah seorang anggota DPR, Ahmad Sahroni menanggapi pernyataan itu dengan nada menantang dan ketus, bahkan mengatai mereka yang ingin DPR bubar adalah "ORANG TOLOL".


Otomatis, bak bensin yang tersulut api. Amarah masyarakat yang awalnya hanya dilampiaskan pada timeline di media sosial berubah menjadi murka dan demonstrasi di depan gedung DPR.


Tak hanya mahasiswa, hampir seluruh elemen masyarakat ikut menyuarakan aspirasinya. Meskipun diawali dengan aksi damai. Namun sebuah demonstrasi selalu berujung ricuh jika para wakil mereka yang duduk di senayan tidak bisa menghadirkan diri.


Di beberapa siaran media, ketimbang mahasiswa dengan almamaternya, saya lebih banyak melihat para pengemudi ojek online yang ikut berdemonstrasi.


Bentrok kemudian terjadi antara polisi dan para pendemo.


Jumat 29 Agustus 2025, menjadi akhir tragis bagi seorang pemuda berusia 21 tahun. Namanya Affan Kurniawan, dia tidak ikut berdemo. 


Saat itu ia sedang mengantarkan pesanan untuk pelanggannya, di antara kerumunan para pendemo ia kemudian menyeberang jalan. 


Untung tak dapat diraih, sial tak dapat dihindari. Ia terpeleset dan tertabrak oleh mobil rantis brimob, yang sangat disesalkan bukannya berhenti, mobil seberat 12 ton itu justru melindas tubuh kurus Affan. Hingga akhirnya meninggal di tempat.


Massa yang awalnya ingin membubarkan diri, kemudian balik mengejar mobil itu hingga ke markas brimob untuk meminta pertanggungjawaban dan keadilan. Saat ini sudah ditetapkan 7 orang tersangka dalam insiden tragis yang merenggut satu nyawa tak bersalah.


DPR yang seharusnya menjadi perpanjangan tangan dari rakyat dan hidup dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat seolah mati empatinya. Ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi reformasi jilid dua jika presiden dan para penguasa tidak segera bertindak. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar