5 Pebruari 2012. Basah hujan terus saja turun tak henti2nya, layaknya air mataku yg terus menetes tanpa sadar. Raunganku yg membuatku sadar. Sepertinya masih terasa saat aku memandikannya dan ketika aku membenamkan tubuhnya ke tanah, untuk bertemu maha pencipta. Untuk mempertanggungjawabkan semua yg dilakukannya. Baru tadi siang ayahku dikebumikan, aku masih tak dapat menahan isak tangis ketika kafan putih menutupi seluruh tubuhnya. Ayahku yg sangat kucintai, kini tlah pergi meninggalkan kami untuk selama-lamanya setelah di dera penyakit yg tak kunjung sembuh. Mungkin itu jalan terbaik buatnya. Tapi aku mempertanyakan kepada tuhan, bagaimana dengan kami. Ibuku kini menjadi janda, aku dan adikku pun telah menjadi yatim. Aku masih belum bisa membuka tabir rahasian ilahi ini. Berbagai pertanyaan yg muncul di benakku seakan membuat otakku ingin pecah. Aku masih belum percaya ini terjadi. Saat semua yg yg kucita-citakan belum terwujud. Aku ingin membuatkan kedua orang tuaku rumah. Tapi sekarang, aku seakan jadi manusia paling tidak berguna. Jangankan rumah, mungkin untuk biaya sehari2 saja sudah kesusahan. Mungkin manusia tak boleh bermimpi terlalu tinggi.
Rasa haruku tak kunjung reda, dari semua rasa yg kurasakan hanya satu yg muncul. Kehilangan…
Kehilangan
Rasa haruku tak kunjung reda, dari semua rasa yg kurasakan hanya satu yg muncul. Kehilangan…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar