About

Fana

Gerombolan tak jelas berada di belakang sekretariatku. Aku tak tahu darimana asalnya. Tiba2 saja dalam beberapa hari ini membuat sebuah pondok, dan berdiam di sana. Tak karuan tingkahnya. Kadang mereka tertawa2 hingga tengah malam, terkadang berdiskusi yg tak jelas. Tidak hanya itu, terkadang aku mendengar suara perempuan di situ. Aku tak ingin berburuk sangka, akan tetapi kemunculan yg aneh itu membuat ganjil keadaan belakang sekretariat. Tak apalah, itung2 hiburan sehingga kampus tidak terlalu sepi. Namun jika beradab, ada baiknya perkenalkanlah diri kepada tetangga. Bukankah negeri ini terkenal dengan budaya timur yg beradab. Memiliki santun yg tinggi, bagaimana orang ingin segan kalau mereka saja tak sopan. Bukannya ingin menghina apalagi mendiskriminasi, namun ada baiknya jika keberadaan yg tiba2 itu diketahui dengan jelas.
Mungkin itu sedikit intermezzo dari awal pembuka tulisan ini. Kelakuan manusia memang bermacam-macam dan aneh2. tak heran diriku pun terkadang terlihat aneh, berdiam diri di tengah keramaian orang2 dan sunyi ketika orang lain sedang sibuk dengan kegiatannya masing2. ya... begitulah kampus. Tempat berkumpulnya semua pikiran dan generasi muda yg memiliki sudut pandang yg berbeda-beda pula. Bermacam-macam pula tingkah polahnya. Kadang ada yg sok jagoan, kadang pula ada yg selalu merendahkan dirinya. Tapi jarang kita temui mahasiswa yg berkuliah bukan karena ijazah kuliahnya. Aku jadi teringat sebuah film “3 idiot” dimana mengisahkan tentang perjalanan seorang anak tukan kebun yg berkuliah di sebuah universitas teknik di India. Akan tetapi ijazah yg didapatkannya harus diserahkan kepada si empunya modal yg membiayai kuliahnya, yakni anak majikan ayahnya. Dia memiliki sudut pandang yg berbeda dari orang lain. Menurutnya ilmu harus didapatkan bagaimana pun caranya, unik memang. Ketika kecil ia hanya perlu memakai seragam yg sama dengan anak lain untuk bisa ikut belajar di kelas. Ia tak peduli dengan nilai yg didapatkannya. Tapi di akhir film ia memang benar2 menjadi orang yg sukses.
Berkaca dari film memang mudah, akan tetapi menjadikannya realita terasa begitu sulit karena tidak adanya motivasi yg jujur di dalam diri. Semua karena sesuatu, selalu begitu. Tak bisa kita mengakrabkan diri dengan menjadi diri kita sendiri. Akhirnya kita terikut dan terombang-ambing terbawa arus dunia yg memabukkan. Sungguh memilukan ketika negara menuntut hidup karena sesuatu yg fana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar