About

Agama yang tertunggang

Akhirnya malam kembali tiba. Aku melihat bulan begitu terang, diiringi irama angin semilir yang begitu merdu. Betapa indahnya malam ini. Namun di balik itu semua, di balik setiap hati manusia masih saja tersimpan kegalauan yang kacau. Laksana sebuah air yang tenang, namun menghanyutkan jika menyelam terlalu dalam. Akhir pekan ini sudah di ujung waktu, rasanya kerjaanku seharian ini Cuma tidur2an dan bermain game di kompie. Tak ada kegiatan bermanfaat yang ku lakukan. Mungkin saja karena selama seminggu ini terlalu cape, mungkin saja Cuma karena malas. Ya sudah lah, tak perlu dipikirkan dan dipusingkan. Toh nantinya aku juga yang bakal merasakan hasilnya di kemudian hari.
Terdapat sebuah pemikiran tentang kehidupan setelah mati. Apakah hal ini benar? Apakah semua orang percaya? Secara pribadi, aku sendiri percaya akan adanya kehidupan setelah mati karena di atas langit masih ada langit. Semua yang ada di bumi ini tentu saja tidak hadir dengan sendirinya dan tidak diberikan dengan cuma2. Hari pembalasan itu ada, setidaknya itu berlaku bagi mereka yang merasa memiliki keimanan terhadap agama yang dianutnya. Berbicara soal agama, aku mungkin bukan orang yang terlalu ekspert dalam mengetahui kebenarannya. Dalam kasus ini aku ingin megambil contoh agama Islam, mungkin karena itu agama yang ku anut sekarang.
Di Indonesia ini tampaknya Islam sudah terpecah belah, dan Islam pun sekarang terlihat bukan seperti agama. Kebanyakan mereka yang bergelut di dunia perpolitikan busuk itu selalu mengatasnamakan agama demi kepentingannya dalam menggaet hati rakyat. Agama seperti sesuatu yg dapat diperjualbelikan dengan kekuasaan. Itu terbukti dari banyaknya partai2 politik yang mengatasnamakan agama untuk mencari massa dan suara sebanyak-banyaknya. Pada dasarnya aku tak ingin berbicara dalam ranah politik, karena aku tahu politik itu kotor. Seorang sahabat soe hok gie pernah mengumpat ketika ia dicalonkan menjadi ketua BEM sastra UI “politik tai kucing”. Aku rasa wajar saja ia berkata demikian, analogi yang tepat menurutku. Ketika rakyat sengsara para penguasa masih saja asik bermain politik.
Aku jadi terinspirasi kepada sebuah film tentang pendirian suatu perkumpulan yang namanya tak asing lagi didengan oleh telinga kita. Muhammadiya namanya. Pada awalnya pendirian perkumpulan itu yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan sangat ditentang oleh pihak2 yang masih dangkal pikirannya tentang Islam. Ia sempat dianggap sebagai kafir oleh kaumnya. Menyedihkan sekali. Konon ceritanya masyarakat Islam di Jogja lebih mengagung-agungkan raja seperti Tuhan, ketika beribadah pun tidak menghadap kiblat. Mungkin aku tak perlu panjang lebar membahas tentang film ini, kalau mau tahu isinya silahkan download dan tonton sendiri. Pada intinya, kehadiran Ahmad Dahlan membawa perubahan besar bagi umat Islam di sana.
Kembali lagi kita kepada permasalahan awal, agama yang ditunggangi kepentingan politik. Aku benar2 mengutuk perbuatan tersebut. Tak perlu jauh2, di dalam kampus tempat dimana para intelegensia menuntut ilmu hal seperti ini masih saja terjadi. Aku tak habis pikir ketika sebuah organisasi mahasiswa yg dikenal dan memprokamirkan diri sebagai organisasi independen, malah menjadi batu loncatan parpol luar untuk mencari kader dan lebih parahnya lagi agama pun disangkutkannya sebagai magnet penarik.
Aku tahu, karena aku dulu sewaktu semester awal pernah mengikuti organisasi tersebut.
Agama benar2 hanya dijadikan alat. Bukankah agama itu sesuatu yg indah. Sekarang bagaimana orang mau percaya dengan agama yg dianutnya kalau para ulama dan kyai2nya saja sedang asik dan sibuk mengurus kelegkapan partai. Mungkin ada baiknya ketika negeri ini kembali kepada agama nenek moyang. Animisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar