About

Nilai selalu di tangan dosen?

Aku benar2 merasa kesal hari itu. Berdebat dengan dosen keras kepala dan hanya memandang masalah dari sisi pandangnya sendiri. Hampir sama sikapnya dengan dosen tua yang selalu dicemooh mahasiswa. Menganggap argumennya paling benar sendiri, dan tak mau mendengarkan kata2 mahasiswa. Benar2 sikap feodal yang telah berkembang pesat di pikirannya. Semua mahasiswa pun hampir serba salah dan selalu salah. Entah kenapa saat itu beliau selalu saja mempermasalahkan benar dan salah. Aku pun bingung, sebenarnya ibu ini dosen atau hakim yang selalu mencari benar dan salah.
Apakah salah ketika mahasiswa menyampaikan opininya dengan cara yang berbeda, apakah salah ketika mahasiswa membantah pendapat dosennya. Bukankah ini negara bebas yang punya aturan. Tampaknya orang2 tua itu hanya bisa membuat aturan tanpa memiliki aturan dalam dirinya. Kerjanya hanya bisa mengatur semua orang yang lebih muda darinya.
Ketika di tulisan lain aku benar2 menyukai seorang dosen, maka di tulisan ini aku mengatakan bahwa aku sungguh2 kesal terhadap dosen yang kerjanya Cuma bisa menyalahkan mahasiswa dan mempermainkan nilai mata kuliah. Aku Cuma bisa bilang fuck you!!!
Berkaca dari pengalaman, tampaknya pengalaman bukanlah sesuatu yang terlalu berarti bagi dosen tersebut dan dirinya selalu melihat bahwa semua lembaga dan tempat pendidikan itu punya fasilitas yang sama. Padahal tidak!!! Lihatlah sekolah2 yang ada di pedalaman. Namun apa kata si dosen, dia malah menyuruhku untuk tidak memikirkan hal tersebut. Mau jadi apa negeri ini, kalau calon2 pengajarnya saja sudah diajarkan untuk mementingkan diri sendiri dan kelompoknya tanpa berfikir bagaimana caranya agar anak2 bangsa yang jauh dari fasilitas modern mampu menerima ilmu yang sama dengan anak2 lainnya di kota2 besar.
Aku merasa bahwa ini benar2 sebuah pegkhianatan halus yang dilakukan oleh seorang pengajar calon pendidik. Seperti manusia yang tak punya nurani, melenggang begitu saja tanpa menghiraukan keadaan di sekelilingnya.
Soe Hok-Gie pernah mengatakan bahwa, “apabila kita berani melawan soekarno dan pejabat2 yang korup kenapa kita harus takut melawan dosen2 kita yang ngawur”
Akankah para intelegensia punya keberanian seperti itu. Atau hanya bisa pasrah karena nilai memang selalu berada di tangan dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar