About

Batang kekacauan

Benar-benar membingungkan dunia ini, semakin aku belajar, semakin dalam dan jauh pula aku terperosok di dalamnya. Bersama diriku sendiri aku berusaha belajar memahami apa itu kehidupan. Kehidupan yang tak pernah lepas dari pandangan dunia. Pandangan dunia yang terkadang selalu membuatku berpikir berjuta kali untuk mengambil sebuah keputusan. Sangat benar2 sedikit orang2 yang berfikir tidak hanya menggunakan pemikiran dunia. Terkadang ada pula para agamis yang memandang dunia ini begitu rendah. Terkeriput semua ilmu pengetahuan dunia ketika berhadapan dengan sabda2 nabi dan ayat2 Tuhan. Entahlah, kita sebenarnya berada di bagian yang mana.
Orang2 yang selalu tergila2 dengan dunia dan berusaha memilikinya ataukah orang yang asik beronani dengan ayat2 tuhan yang selalu dikumandangkannya.
Aku masih di sini, berfikir tentang kehidupan. Masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Masa laluku sungguh berbeda dengan keadaan diriku yang sekarang. Aku pun tak tahu bagaimana keadaan masa depanku. Tak mungkin ada orang yang tahu masa depannya, kecuali dia bersekutu dengan jin, kata seorang agamis yang telah menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Tuhan. Diiringi melodi indah rintihan pesakitan dan tawa kegembiraan aku berusaha melewati setiap harinya. Bergerumul dengan pikiranku, dan setiap hari berusaha menentang aturan. Itulah mungkin sedikit gambaran yang tak dapat digambarkan walau dengan tinta emas sekalipun.
Entah kenapa setiap aku berada di antara orang2 dan makhluk yang ada di bumi. Aku hanya bisa diam dan bisu, walau mereka asik tertawa dan ribut masing2 aku masih senyap. Aku juga ingin menjadi manusia normal seperti yang lain. Aku lebih asik menyendiri dan menghibur diriku dengan isi pikiran yang selalu meronta-ronta.
Aku memikirkan masa lalu kembali, walau kadang air mataku jatuh tanpa sadar. Aku rindu ayah ibuku, aku rindu keluargaku. Aku ingin pulang. Aku ingin menyerah rasanya bergerumul dengan para akademia yang selalu membuatku bodoh di depan mereka. Tapi aku terlambat, batang kekacauan itu telah tegar tertancap di bumi yang kacau ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar