About

Adilkah

31/01/11
Hujan turun begitu deras malam ini, tapi aku masih tak mampu memejamkan mata atau mungkin tak mau memejamkan. Aku merasa setiap waktu yg kumiliki terlalu berharga untuk dilewatkan. Walau terkadang aku banyak melakukan sesuatu yg tidak bermanfaat. Aku tak tahu tipe orang seperti apakah aku ini. Hanya orang lain mampu menilai diriku sendiri.
Beberapa waktu yg lalu aku sempat menyimak berita tentang mafia pajak Gayus Tambunan. Penting atau tidak kasus ini benar2 membuat gerarm banyak rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, seseorang yg menyelundupkan uang rakyat demi kepentingan pribadinya dan melakukan praktek suap menyuap di dalam badan hukum hanya mendapat hukuman 7 tahun penjara. Bukan itu saja menurutku kejahatan yg dilakukannya, pada saat ia di dalam tahanan masih saja suap menyuap dilakukannya. Ia dapat keliling dan berlubur di pulau dewata. Ckckckc.... ternyata hukum di Indonesia benar2 bisa dibeli dengan uang. Lemah tak berdaya ketika melihat lembaran rupiah yang tertumpuk tebal di depan meja. Tak pantas negara ini disebut negara hukum. Ketidakpercayaanku kepada pemerintah sekarang semakin kental dan berisi. Aku benar2 benci birokrasi, mulai dari bawah hingga tingkat atas.
Masih berjibaku dengan perasaan tak ingin tidur, walau harus kupaksa. Lagi-lagi berfikir, apakah negara ini sudah merdeka? Atau proklamasi yg dibacakan oleh pengkhianat perjuangan hanya omong kosong belaka karena dibaliknya terdapat anak2 kelaparan dan kaum miskin yg terlantar demi kekuasaan dunia yg semu. Aku merasa negara ini tak akan pernah merdeka, selama masih ada orang2 rakus akan kekuasaan dan jabatan. Mungkinkah negara yg pertama kali hancur itu Indonesia? Kenapa harus memakai nama Indonesia? Para petinggi negara pun mungkin tak pernah tahu darimana nama itu berasal. Nama yg selalu diagung-agungkan oleh para pejuang masa dahulu dan kini menjadi tempat perpecahan. Untuk membangun negara kalau hanya ingin menimbulkan perbedaan. Aku pernah mengikuti suatu musyawarah besar pembentukan kembali ikatan mahasiswa daerah kabupaten. Di dalamnya aku mengajukan keberatan dan sebaiknya perkumpulan semcam itu ditiadakan. Aku menilai bahwa hal semacam itu hanya akan menambah nilai min primordialisme di tubuh bangsa ini. Pengkotak-kotakkan suku, daerah, dan agama semakin menambah daftar kebobrokan bangsa ini. Aku benar2 menentang rasialisme yg merajalela sekarang. Tapi aku tak dapat berbuat apa2, hanya dapat duduk termangu di depan layar monitor dan merekamnya di dalam catatan ini.
Percuma proklamasi dikumandangkan dengan semangat yg menggebu kalau akhirnya akan terjadi perpecahan seperti ini. Mungkin saja, orang2 akan berfikir bahwa aku orang yg anti akan revolusi tapi itu adalah kenyataan revolusi yg membawa kepada kesengsaraan dan kemelaratan kemudian semakin primitif mengenai cara berfikir mereka.
Sebentar lagi kehidupan kampus akan segera dimulai. Para mahasiswa sudah mulai sibuk mengurus mata kuliah yg akan diambilnya, ada pula yg sibuk mengurus skripsi karena akan lulus tahun ini. Tapi aku, aku hanya hanya pasrah menjadi mahasiswa bodoh yg tak mengerti tentang pelajaran di kampus. Selalu saja ada mata kuliah yg tidak lulus setiap semesternya. Jika tidak karena orangtuaku, maka aku sudah lama berhenti sebagai mahasiswa. Lebih baik aku berkumpul dengan orang2 bodoh yg terpinggirkan daripada menjadi bagian dari intelektual yg selalu membohongi kebenaran. Kehidupan kampus tak seindah dan secerdas yg dibayangkan. Terlalu banyak kepalsuan dan kebohongan di dalamnya. Penyelewengan nilai, penyuapan dosen, bahkan sampai kasus korupsi rektor yg sampai sekarang belum ada ujungnya. Para aparat sialan itu seperti menari di dalam lingkaran setan, lingkaran yg tak pernah ada habisnya.
Terlalu ribet memikirkan nasib bangsa ini, karena memang bangsa ini tak pernah menginginkan adanya persatuan. Semua tergantung kepada kepentingan kelompoknya masing2 dan tergantung kepada alirannya masing. Pada akhirnya negara ini tak akan menemui tujuannya, yaitu menciptakan negara yg adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar