About

Membenci bumi

(12/01/11)
Lelah berjalan menyusuri jejak langit yg tak ada habisnya. Di ruangan ini aku masih berusaha menata waktu dan hatiku untuk tidak bangun kesiangan besok, karena aku telah memiliki tanggung berganda yg harus dikerjakan. Di lain tempat kulihat kawanku sedang asik bertelepon ria bersama mantan pacarnya, mengingat masa lalunya bersama suara roman malam yg memilukan apabila didengar oleh pacarnya. Di lain sisi ada pula seorang pemuda sedang asik mengerjakan proyek proposal yg katanya untuk perubahan sosial pendidikan yg lebih baik, dan di dekatnya ada seorang pemuda lagi yg sedang asik bermain game komputer tanpa ada rasa beban walau sebenarnya ia memiliki begitu banyak tanggung jawab dan beban yg orang lain tak melihatnya. Dia begitu tegar menghadapi masalahnya. Hari-harinya dilewati tanpa terlihat sedikitpun masalah. Kemudian aku, masih bergelut dengan tulisan yg kurasa hanya inilah yg mampu membuatku tenang.
Kembali terbayang bahwa aku ini ternyata hanya makhluk biasa dengan segala keterbatasan, namun aku berusaha untuk menjadi lebih dibanding orang-orang yg ada di sekitarku. Aku berusaha menguasai sesuatu yg orang lain menganggap itu sulit. Akan tetapi entah kenapa pikiranku seakan tak pernah berkembang. Buntu, taka jelas arahnya kemana. Selalu saja menghadapi malam dengan kegelisahan dan merasa bersalah.
Aku merasa bahwa diriku tak lagi memiliki Tuhan. Hampir beberapa bulan ini aku tak lagi beribadah. Hatiku seakan tertutup, entah kenapa walaupun aku tahu itu salah selalu saja tak pernah bisa berubah.
Banyak faktor yg membuatku bersikap seperti seorang kafir, salah satunya fenomena dunia yg tak lagi bisa dirasakan dengan hati. Seakan letih jiwaku merasakan kesakitan orang-orang yg terlantar di bawah jajahan penguasa bertangan besi. Bosan mataku melihat ketidakadilan merajalela. Penyalahgunaan kekuasaan berkelebat penuh dan menerawang otakku yg selalu buntu. Aku memang tak punya tanggung jawab khusus terhadap bumi ini, akan tetapi aku selalu ingin memiliki rasa empati terhadap sesama manusia. Manusia sekarang sudah tak lagi mencoba untuk menjadi manusia, mereka berlomba menjadi para malaikat yg berhati setan. Mengeruk semua harta bumi dan mengkapitalkan semua yg bisa yg bisa jadi uang.
Seorang pemabuk yg sedang sekarat dari Dataran Cina Lu Yang di dalam film The Forbidden Kingdom pernah berkata bahwa aku lebih baik mati sebagai manusia biasa yg memiliki kepedulian kepada seseorang, maka seseorang akan bebas dari kematiannya sendiri. Berkaca dari kalimat bijak tersebut, aku mulai berfikir bahwa tak gunanya hidup lama-lama apabila tidak pernah bisa memikirkan perasaan orang lain.
Soe Hok-Gie selalu mengutip kalimat dari filsuf Yunani, yakni orang yg paling beruntung adalah tak pernah dilahirkan, kemudia mati dalam masa muda, dan yg paling sial adalah mati dalam masa tua. Kalimat sihir itu seakan-akan menyinggung orang-orang yg selalu membanggakan kehidupannya yg terlalu lama, melupakan hakikatnya bahwa manusia harus selalu mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di alam lain. Yaitu alam setelah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar