elfaqar.blogspot.com - Berdera dengan waktu. Saya bahkan lupa hari ini hari apa dan tanggal berapa. Terkadang kejadian-kejadian di luar membuat saya lupa akan hal-hal yang
begitu kecil. Jalan hidup seperti ini membuat semakin
melemahnya otak saya. Tapi saya tak akan pernah berhenti untuk menulis.
Walaupun tulisan saya tak sebagus penulis-penulis handal yang ada di tanah
air.
Seorang
bijak pernah mengatakan bahwa guru yang terbaik adalah pengalaman. Saya berusaha mendapatkan pengalaman yang begitu banyak di masa muda ini. Hal buruk maupun hal baik. Namun, tampaknya saya lebih cenderung mengambil
pengalaman yang buruk, kata mereka yang mengerti ilmu ketuhanan.
Saya bingung, sebenarnya siapa yang berhak menentukan baik dan buruknya perilaku
seseorang. Benar-benar pertanyaan yang konyol.
Sebagai intelegensia muda, saya seharusnya sudah mampu menentukan jalan mana yang saya ambil. Tapi siapa yang tahu tujuan akhir manusia, semua rahasia alam.
Saya merasa perjalanan ini begitu panjang, sehingga saya merasa letih. Sempat berpikir untuk mengakhiri hidup yang tidak berarti ini. Entah kenapa hal itu cepat berlalu, mungkin saja itu yang dinamakan ketakutan terhadap mati. Entahlah, saya tak tahu definisi pasti tentang sesuatu yang dinamakan ketakutan terhadap mati.
Saya masih perlu pengalaman yang
banyak. Terkadang seorang yang religius memandang sesuatu hanya dari satu
sisi, yakni sisi ketauhidan. Saya berpikir sejenak, saya merasa itu salah. Kita hidup tidak hanya di satu sisi. Ada banyak sudut pandang yang bisa
dipakai manusia ketika menanggapi berbagai permasalahan. Kita
manusia yang dianugerahi akal untuk berpikir.
Terkadang saya berpikir, kenapa
manusia harus punya akal pikiran ketika tugas manusia di mata orang-orang religius hanya beribadah dan bertakwa. Bukankah seharusnya Tuhan hanya
menciptakan manusia dengan hati saja, karena hati merupakan sumber
segala kejahatan dan kebaikan manusia. Sudahlah, terlalu ribet
perjalanan hidup ini, saya rasa.
Manusia pun terkadang harus bisa saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Namun, itu bisa menjadi momok tersendiri baginya ketika seseorang itu terbiasa dengan kesendirian.
Apakah manusia itu benar-benar makhluk sosial? Saya rasa
tidak. Sekali lagi, manusia memiliki akal dan sesuatu yang memiliki
akal itu pastilah memiliki energy of survive di dunia.
Jauh sekali tulisan ini ngelantur. Sampai-sampai saya tak tahu dan mengarah kemana tulisan ini. Tampaknya manusia benar-benar memiliki hak prerogatifnya untuk bisa menentukan sendiri jalan hidup. Apakah itu salah?
Catatan ini dibuat sekitar tanggal 10 Nopember 2010 - 8 Pebruari 2011 di buku harian pribadi saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar